Tak Ada Senang yang Langgeng dan Tak Ada Sedih yang Kekal

 

Beberapa menit yang lalu aku baru saja membuka arsip postingan di Instagram. Muncul foto-foto lama yang menyimpan banyak kenangan, terutama perjalanan kuliah di Semarang. Lima tahun di sana tentu bukanlah waktu yang pendek. Banyak sekali pengalaman yang mengesankan, membuatku merindukan setiap momennya. Namun, bukan saja tentang foto dan kenangan. Aku menemukan sebuat keterangan foto yang maknanya dalam. Kutemukan kata-kata itu dalam foto yang diunggah tanggal 1 September 2019.

Rupanya, tanggal itu ialah waktu dimana aku menemukan dia dan dia menemukanku. Hari dimana aku bertemu pertama kali dengannya, ingatan yang singkat dan tak banyak percakapan. Tetapi, keterangan foto itu mengingatkanku tentang pelajaran akan keikhlasan. Kataku dalam foto itu ialah hidup itu kan ada susah dan ada senang, ada baik juga yang buruk, serta ada yang datang dan ada yang pergi. Kita sebagai manusia hanya menunggu giliran sampai benar-benar pulang.

Kalau kita sudah tahu dan sudah sadar jika ada dua hal yang berkebalikan tapi selalu mengiringi hidup kita ya dijalani semuanya. Seberapa keras kita memilih untuk menjalani salah satunya, ternyata gagal terus kan? Misalnya kita selalu berusaha memilih untuk selalu senang, selalu baik, dan selalu ingin tidak ada yang meninggalkan kita. Tapi, pada kenyataannya kita tidak bisa memaksa takdir untuk sama dengan seperti yang kita inginkan.

Tidak ada manusia yang menjalani kesenangan tanpa kesusahan, tak ada manusia yang baik sempurna tanpa cela, dan tak ada yang selalu hadir dalam hidup kita, pasti ada yang pergi. Ya... kenyataan yang harus kamu tahu dan sadari ialah perpisahan adalah kepastian yang tak bisa kau sangkal. Cepat atau lambat, dengan cara yang pernah kamu duga atau tidak tertebak sama sekali, orang-orang yang kamu cintai dan mencintaimu akan pergi. Apalagi kalau kita sudah dihadapkan pada takdir kematian, tak ada tangis yang bisa menundanya. Tidak ada.

Kehidupan yang kita jalani ini, tak ada sedih yang abadi dan tak ada kesenangan yang langgeng. Tiada yang kekal selain yang kita sebut dan sembah sebagai Tuhan. Ikhlas berarti menerima keduanya, ya, kedua hal yang saling berkebalikan itu. Menerima baik buruk, susah senang, dan datang pergi. Terima semuanya, jalani sekuatnya, semampunya sampai pada titik dimana Tuhan mengatakan bahwa kehidupanmu selesai.

Jangan khawatir, kecemasan dan sedihmu tak akan berlangsung selama-lamanya.Seburuk-buruknya perasaanmu hari ini, ada satu titik yang bercahaya, mungkin tidak terlalu terang tetapi selalu menyala. Titik itu yang disebut orang-orang sebagai harapan.

Comments

Populer

Menulis Sebagai Jalan Menenangkan Diri

Teori Harapan

Psikologi pada Masa Yunani Kuno

Apakah Rasa Sepi Bisa Dilenyapkan?

Nalar Kritis dan Gerakan Mahasiswa Era Sekarang

Gejala-gejala Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Menghindar)

Bagaimana Kepribadian yang Sehat Itu?

Budaya Organisasi dan Bagaimana Mempertahankannya