Budaya Organisasi dan Bagaimana Mempertahankannya

Budaya organisasi dibentuk oleh filosofi dari pendiri organisasi  dengan melalui kriteria yang dianut, kemudian ditetapkan oleh manajemen puncak (top management), yang implementasinya dilakukan dengan cara disosialisasikan ke seluruh elemen organisasi  (proses transformasi budaya ke seluruh anggota organisasi), setelah diseleksi dengan kriteria tertentu yang telah disepakati bersama berdasarkan nilai, norma, dan asumsi yang bersumber dari filosofi pendiri organisasi.

recomendaciones-para-lidiar-con-personas-dificles.jpg
sumber foto: http://yyepez.blogspot.com


Dengan kata lain, budaya organisasi diciptakan oleh pendiri organisasi/perusahaan atau pimpinan paling atas sebagai falsafah dan strategi yang ditetapkan menjadi petunjuk dan pedoman anggota organisasi dalam melaksanakan seluruh aktifitas atau dalam menjalankan tugas.


Bagaimana mempertahankannya?
Dalam upaya mempertahankan budaya organisasi, Robbins (1996) menjelaskan terdapat tiga kekuatan yang memainkan bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya, yaitu: seleksi, tindakan manajemen puncak dan metode sosialisasi.
  • Seleksi 
Salah satu implikasi manajerial yang lebih penting dalam budaya organisasi berkaitan adalah dengan keputusan seleksi. Mempekerjakan individu yang nilai-nilainya tidak segaris dengan nilai-nilai organisasi itu mungkin akan menghasilkan karyawan yang kurang motivasi dan komitmen, serta yang tidak terpuaskan oleh pekerjaan mereka dan oleh organisasi.
  • Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada implementasi suatu budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang merembes ke bawah sepanjang organisasi, misalnya, apakah pengambilan risiko diinginkan, betapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakan yang pantas dan tiap tindakan apakah akan diimbangi dengan kenaikan upah, promosi dan ganjaran lain.
  • Sosialisasi
Merupakan proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya organisasi. Dalam tahap sosialisasi ada tiga tahapan yaitu: tahap sosialisasi antisipasi, tahap pertemuan dan tahap perubahan dan pemahaman yang bertambah. Tahap sosialisasi antisipasi merupakan kurun waktu pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang karyawan baru bergabung dnegan organisasi itu, tahap pertemuan, ialah tahap dalam proses sosialisasi dimana nilai, keterampilan dan tingkah laku seorang karyawan baru mulai berubah, menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan akan berbeda. Tahap perubahan dan pemahaman yang bertambah ialah tahap dimana seorang karyawan baru menyesuaikan diri pada nilai dan noma kelompok kerjanya.

Perubahan yang berhasil seharusnya mempunyai suatu dampak yang positif pada produktivitas karyawan baru tersebut dan komitmennya pada organisasi, serta mengurangi kecenderungannya untuk keluar dari organisasi itu. Robbins menjelaskan bahwa budaya yang kuat ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor penyebaran yang menunjukkan seberapa besar karyawan mempunyai nilai-nilai yang sama dan faktor intensitas yaitu tingkat komitmen karyawan terhadap nilai-nilai yang sama.

Tipe-tipe Budaya Organisasi
Menurut Kreiner dan Kinicki (2003) secara umum terdapat tiga-tipe budaya organisasi, yaitu:
  • Budaya Organisasi Konstruktif
Budaya konstruktif merupakan budaya dimana para karyawan didorong untuk berinteraksi dengan orang lain, dalam hal mengerjakan tugas dan proyeknya, dengan cara yang kan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. Tipe budaya ini mendukung keyakinan normatif yang berhubungan dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan yang manusiawi, dan persatuan.
  • Budaya Pasif-defensif
Bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. budaya ini mendorong keyakinan normatif yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional, ketergantungan, dan penghindaran.
  • Agresif-defensif
Mendorong karyawannya untuk mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status mereka. Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan normatif yang mencerminkan oposisi, kekuasaan, kompetitif, dan perfeksionis.


Budaya organisai dapat menjadi basis adaptasi dan kunci keberhasilan organisasi sehingga nilai-nilai atau norma-norma perilaku bisa memberikan kontribusi besar bagi keberhasilan organisasi. Budaya organisasi diciptakan oleh pendiri organisasi/perusahaan atau pimpinan paling atas sebagai falsafah dan strategi yang ditetapkan menjadi petunjuk dan pedoman anggota organisasi dalam melaksanakan seluruh aktifitas atau dalam menjalankan tugas.

Apabila budaya organisasi dibangun begitu kuat maka karyawan akan dapat memahami dan mengaplikasikan falsafah organisasi dan bagaimana bekerja sesuai dengan nilai-nilai yang ada di organisasi tersebut sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. Produktivitas kerja karyawan akan meningkat seiring dengan terserapnya nilai-nilai organisasi sebagai bahan acuan berperilaku atau bertindak dalam perusahaan. Selain itu, perusahaan yang dapat menggunakan proses seleksi karyawan secara tepat dapat membentuk budaya organisasi yang diinginkan sehingga memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi karena budaya organisasi merupakan salah satu strategi pengembangan organisasi itu sendiri.

Comments

Populer

Menulis Sebagai Jalan Menenangkan Diri

Psikologi pada Masa Yunani Kuno

Apakah Rasa Sepi Bisa Dilenyapkan?

Nalar Kritis dan Gerakan Mahasiswa Era Sekarang

Teori Harapan

Gejala-gejala Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Menghindar)

Bagaimana Kepribadian yang Sehat Itu?