Bagaimana Kepribadian yang Sehat Itu?
Kepribadian
yang sehat dirumuskan dengan arah seseorang untuk menjadi, bukan arah apa yang
telah terjadi atau ada pada saat ini. Pengabaian terhadap studi tentang potensi
manusia untuk pertumbuhan sudah lama terjadi. Hal ini karena pertama-tama dalam
psikologi berpusat pada memeriksa sakit jiwa bukan kesehatan jiwa. Namun,
akhir-akhir ini, para ahli psikologi mulai mengakui kapasitas berkembang dan
bertumbuh dalam kepribadian manusia. Yang mana “para ahli pertumbuhan” ini
kebanyakan memandang diri mereka sebagai para ahli psikologi humanistik.
Psikologi
pertumbuhan memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan behavioristik dan
psikonalisis. Ahli-ahli psikologi pertumbuhan memberikan kritikan terhadap
bentuk-bentuk psikologi tradisional tersebut. Menurut mereka, behaviorisme dan
psikoanalisis memberikan pandangan yang terbatas terhadap kodrat manusia.
Misalnya, dalam behaviorisme mereka mengkritisi bahwa manusia seperti mesin
yang memiliki sisitem kompleks, tersusun baik, teratur dan ditentukan sebelumnya.
Selain itu, behaviorisme juga memandang manusia memiliki banyak spontanitas,
kegembiraan hidup, dan kreativitas layaknya suatu alat pengatur panas.
Sumber: pixabay.com |
Para
ahli psikologi pertumbuhan memandang psikoanlisis telah memberikan kepada kita
hanya sisi pincang atau sakit dari kodrat manusia. Hal itu disebabkan karena
psikoanalisis berfokus pada tingkah laku neurotis dan psikotis. Sigmund Freud
dan pengikutnya, mempelajari kepribadian yang terganggu secara emosional, bukan
mempelajari kepribadian yang sehat. Sehingga menurut ahli-ahli psikologi
humanistik, pandangan psikoanlisis sangat terbatas, karena hanya mempelajari
dari kodrat manusia yang paling buruk, bukan yang paling baik.
Jadi,
baik itu behaviorisme maupun psikoanalisis tidak berbicara mengenai potensi manusia
untuk tumbuh, keinginan manusia untuk lebih baik dan lebih banyak daripada yang
ada. Manusia dilihat oleh para behavioris sebagai orang-orang yang memberikan
respon secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar. Sedangkan, manusia
dilihat oleh para pengikut psikoanalisis sebagai korban dari kekuatan-kekuatan
biologis dan konflik yang dialami pada masa kanak-kanak.
Bagi
para ahli psikologi pertumbuhan, manusia jauh lebih banyak dari pada itu. Lebih
banyak dari sekedar respon pasif terhadap stimulus dari luar dan lebih banyak
dari kekuatan biologis serta konflik masa kanak-kanak. Para ahli psikologi
pertumbuhan kebanyakan tidak menyangkal pandangan-pandangan behavioris dan
psikonalisis, bahwa inting-insting, stimulus dari luar, dan konflik masa kanak-kanak
mempengaruhi kepribadian manusia. Akan tetapi, bukan berarti manusia merupakan
korban yang tidak bisa berubah dari kekuatan-kekuatan ini. Sehingga apabila
masa lalu, kodrat biologis dan ciri-ciri lingkungan manusia itu menghambat
secara potensial , maka manusia itu dapat dan harus bisa mengatasinya. Ia harus
bertumbuh dan berkembang melampaui kekuatan yang menghambatnya.
Bagaimana
Kepribadian yang Sehat Itu?
Para
pendukung gerakan potensi manusia mengungkapkan bahwa manusia perlu
memperjuangkan tingkat pertumbuhan yang lebih maju, yang melampaui “normalitas”
agar merealisasikan atau mengaktualisasikan semua potensinya. Bebas dari sakit
emosional saja tidak cukup; tidak adanya tingkah laku neurotis dan psikotis
tidak cukup untuk menilai seseorang ialah pribadi yang sehat. Tidak adanya
sakit emosional hanya merupakan sebuah langkah awal yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan pemenuhan. Bagi para ahli psikologi pertumbuhan, individu harus
mencapai yang lebih jauh.
Pandangan
ini dapat mengecewakan orang-orang yang berpendapat bahwa berusaha supaya bebas
dari sakit jiwa ialah hal yang cukup sulit. Tetapi apa yang salah hanya dengan
menjadi normal? Namun bagaimana apabila meskipun individu terbebas dari
neurosis dan psikosis, juga masih
mengalami kesengsaraan? Apakah tidak mungkin seseorang dapat memiliki kehidupan
yang kaya dan berarti serta terlepas dari neurosis dan psikosis, tanpa harus
berjalan ke suatu tingkat yang lebih tinggi? Bagaimanakah sebenarnya
kepribadian yang sehat itu?
Leo
Tolstoy dan Kekacauan Batinnya
Leo
Tolstoy, pengarang novel Rusia, menulis tentang dirinya dengan menggambarkan
penderitaan sakit yang diketahuinya dengan baik. Ia menggambarkan dirinya
seorang laki-laki yang mengesankan, sehat fisik, tidak mengalami sakit jiwa, mempunyai
seorang istri yang mencintainya dan ia cintai, memiliki anak-anak yang baik,
banyak harta tanpa berusaha dengan susah payah, dihormati oleh keluarga serta
kenalan-kenalan dan mendapatkan banyak pujian dari orang-orang asing. Selain
itu, ia juga memiliki kekuatan fisik dan jiwa yang yang jarang ditemukan pada
orang-orang seusianya.
Kehidupan
yang dinilai “bahagia dan sehat” tersebut kemudian memunculkan suatu pertanyaan
yang membuatnya cemas dan bergetar hebat. “Mengapa saya harus hidup?” dia bertanya
pada dirinya sendiri, ia merasa tidak memiliki suatu pegangan lagi, dan
menganggap kehidupannya secara moral sudah berhenti. Tolstoy tidak mengetahui
apa yang dia inginkan, ia takut akan hidup dan terdorong untuk meninggalkannya.
Ia berusaha menyembunyikan tali supaya tidak gantung diri dan tidak lagi pergi
menembak karena takut akan menyerah pada godaan untuk mengakhiri hidup dengan
senapannya. Tolstoy yang berusia 50 tahun ketika menulis gambaran kekacauan
batinnya sendiri, tidak dapat dianggap pribadi yang sehat.
Jadi,
apakah kepribadian yang sehat itu? apakah ketika seseorang itu sudah mencapai
segala keinginannya, ia akan mengalami kehampaan yang sama seperti yang dialami
oleh Tolstoy? Apakah manusia tidak bisa hidup tanpa keinginan? Bagaimana psikologi
pertumbuhan memandang kebutuhan transendental dalam kepribadian
yang sehat?
Sumber
Referensi:
Psikologi
Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Sehat karya Duane Schultz (1991)
Comments
Post a Comment