Modernitas dan Ketidakadilan Gender
Konstruk sosial mengenai kesetaraan peran laki-laki dan perempuan
di era modern masih banyak terjadi ketimpangan dan ketidakadilan. Stereotip
masyarakat tentang perempuan dewasa ini pun masih kentara. Problem era kontemporer masih menjadikan maskulinitas sebagai suatu bentuk kekuatan yang diagung-agungkan. Di
mana banyak terjadi kompetisi, ambisi dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan
kepentingan dalam masyarakat itu sendiri.
Tidak dipungkiri bahwa problematika modernitas menimbulkan berbagai
masalah sosial. Misalnya berdampak pada meningkatnya kriminalitas, kekerasan
seksual, kurangnya kepedulian terhadap keluarga, menurunnya rasa solidaritas
sosial, menurunnya sikap simpati dan empati di lingkup sosial serta hancurnya kondisi
lingkungan. Keadaan tersebut yang memicu konstruk sosial tentang keadilan
gender masih timpang dan tak terselesaikan.
Media memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan perilaku
masyarakat. Dimana masyarakat Indonesia mayoritas menggunakan smartphone
dan internet dalam kehidupan sehari-harinya. Internet khususnya media sosial
menjadi kebutuhan dasar dalam berkomunikasi, berargumen atau menyampaikan
aspirasi, dan wadah untuk menyalurkan eksistensi diri yang paling mudah.
Apabila yang viral di media sosial adalah hal-hal yang mengkontruksi pemahaman
bias gender, maka secara tidak langsung persepsi masyarakat pun akan bias
gender.
Media sosial juga ikut andil mempengaruhi seseorang dalam mengambil
keputusan atas tindakan yang akan dilakukan. Satu unggahan yang negatif akan
memunculkan perilaku yang sama di waktu berbeda. Ada kecenderungan untuk meniru
hal yang ada di media sosial secara tidak sadar. Sehingga hal tersebut
mengakibatkan bergesernya ruang privat menjadi ruang publik dengan mudah.
Masalahnya adalah konten yang menjadi sorotan publik atau konsumsi publik
banyak yang menyudutkan posisi perempuan.
Akhir-akhir ini, kita dibanjiri informasi melalui media sosial
mengenai permasalahan perselingkuhan dimana perempuan yang menjadi korban.
Namun, banyak masyarakat yang justru mendiskreditkan perempuan. Masyarakat
menyimpulkan dan melabelkan bahwa perempuan tersebut sebagai “pelakor” (perebut
laki orang). Istilah “pelakor” seolah-olah menunjukkan bahwa yang salah adalah
pihak perempuan. Baik perempuan yang berposisi sebagai istri sah yang dinilai
tidak dapat menjaga keharmonisan rumah tangganya maupun perempuan yang
berposisi sebagai orang ketiga yang dinilai menggoda, mempengaruhi dan merebut
suami orang lain. Sedangkan sangat minim yang menyoroti laki-laki sebagai orang
yang bermasalah.
Dari satu kasus di atas menunjukkan bahwa sanksi sosial yang
diberikan masyarakat kepada perempuan jauh lebih besar ketimbang kepada
laki-laki. Belum lagi kasus kekerasan seksual yang mana perempuan sebagai
korban justru semakin mendapat perilaku ketidakadilan dari masyarakat.
Kekerasan seksual yang menimpa perempuan selalu dikaitkan dengan cara
berpakaian dan cara perempuan berhias diri. Padahal, banyak kasus kekerasan
seksual yang menimpa perempuan dengan baju tertutup bahkan berjilbab.
Menyikapi problematika tersebut kita sebagai masyarakat khususnya
sebagai perempuan perlu menggencarkan sosialiasi melalui media sosial untuk
meng-counter wacana atau konten yang menyudutkan posisi perempuan.
Sangat penting arus informasi itu seimbang sehingga sebuah permasalahan dapat
dipahami secara utuh dan menyeluruh. Gerakan-gerakan feminis memungkinkan
menjadi pusat perhatian di media sosial apabila itu dilakukan secara
masif. Konten yang menjadi pusat
perhatian akan mudah diterima oleh masyarakat sehingga pelan-pelan dan secara
tidak sadar akan memahami konsep keadilan gender.
Selain itu, perempuan perlu membangun jejaring lebih banyak dan
menyebarluaskan wacana kesetaraan gender secara langsung tidak hanya melalui
media sosial. Hal ini akan memunculkan ruang-ruang dialog, interaksi sosial dan
meningkatkan solidaritas dalam bermasyarakat. Ruang dialog akan mengantarkan
gerakan-gerakan sampai tujuan dengan menimbulkan hubungan baru antar manusia
sehingga dapat mengemban kewajiban secara bersama-sama di bawah hukum-hukum
alam dan kesejahteraan umat manusia.
Comments
Post a Comment