Perkembangan Emosi Pada Masa Awal Anak-anak

Interaksi anak-orang tua selama masa awal anak-anak berfokus pada hal-hal seperti kesopanan, jadwal tidur, pengendalian amarah, berkelahi dengan saudara-saudara kandung dan teman-teman sebaya, perilaku dan tata krama makan, kebebasan dalam berpakaian dan mencari perhatian.

Di masa anak awal, rentang emosi meluas seiring dengan meningkatnya pengalaman emosi-emosi sadar diri seperti bangga, malu, dan rasa bersalah. Anak usia dua dan tiga tahun menggunakan lebih banyak istilah untuk mendiskripsikan emosi dan lebih banyak belajar mengenai berbagai penyebab dan konsekuensi dari perasaan.

Pada anak usia 2-3 tahun anak menggunakan istilah untuk mendeskripsikan emosi dan lebih banyak belajar mengenai berbagai penyebab dan konsekuensi dari perasaan. Pada usia 4 hingga 5 tahun, anak-anak memperlihatkan peningkatan kemampuan untuk mereflesikan emosi dan memahami bahwa sebuah kejadian tunggal dapat membangkitkan emosi yang berbeda pada orang yang berbeda.

Mereka juga memperlihatkan peningkatan kesadaran dari kebutuhan mengelola emosi-emosi untuk memenuhi standar sosial. Orang tua yang melatih emosi memiliki anak yang lebih efektif dalam meregulasi diri berkaitan dengann emosi di bandingkan dengan orang tua yang menolak emosi. Regulasi emosi memainkan peranan penting bagi keberhasilan menjalin relasi dengan kawan sebaya.

Pada tahap ini juga, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat bagaimana akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannnya. Emosi pada perkembangan anak merupakan bentuk komunikasi anak kepada orang-orang di sekitarnya. Selain itu, emosi juga berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. 
Pada masa kanak-kanak awal, ada  fenomena yg banyak terjadi pada anak- anak,  yaitu temper tantrum. Temper tantrum adalah luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkendali. Temper tantrum sering terjadi pada anak yang aktif dengan energi yang banyak dan juga pada anak yang dianggap “sulit”
Karakteristik anak yang dianggap “sulit” adalah:
a. Memiliki kebiasaan makan, tidur, dan buang air besar tidak teratur.
b. Sulit menyesuaikan diri dengan hal-hal yang baru.
c. Suasana hatinya sering negatif, mudah terprovokasi.
d. Sulit dialihkan perhatiannya.
Faktor penyebab temper tantrum
a. Terhalanginya keinginan;
b. Lelah, lapar, atau sakit, stres.
c. Pola asuh orang tua:
1)     terlalu memanjakan anak;
2)     terlalu melindungi anak;
3)     tidak konsisten

Cara menghadapi temper tantrum
  a. Mencegah terjadinya tantrum (preventif)
Menganalisis:  adakah anak memiliki ciri-ciri yang memudahkan terjadinya temper tantrum. Dilakukan dengan menghindari atau mencegah faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab temper tantrum
  b. Menangani anak yang temper tantrum (kuratif)
Mengendalikan diri agar emosi tidak terpancing oleh ulah anak yang tantrum dan memastikan bahwa perilaku anak tidak berlebihan dan mengganggu lingkungan. Jika perilaku anak masih terkendali, peluk dia dengan penuh kasih sayang tetapi jika perilaku anak suadh berlebihan, orang tua hendaknya berusaha ada di dekat anak. 

Menangani anak pasca temper tantrum :
1)     Meskipun perilaku yang timbul begitu merepotkan, orang tua jangan menghukum, menyindir, atau menasihasti anak karena tak akan digubris anak
2)     Berikan anak perhatian dan rasa aman.

3)     Evaluasi mengapa tantrum tersebut sampai terjadi 

Comments

Populer

Menulis Sebagai Jalan Menenangkan Diri

Budaya Organisasi dan Bagaimana Mempertahankannya

Psikologi pada Masa Yunani Kuno

Apakah Rasa Sepi Bisa Dilenyapkan?

Nalar Kritis dan Gerakan Mahasiswa Era Sekarang

Teori Harapan

Gejala-gejala Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Menghindar)

Bagaimana Kepribadian yang Sehat Itu?