Integrasi Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang dikumpulkan dengan metode
ilmiah (scientific methods). Dalam penjelasan lain, ilmu pengetahuan
adalah himpunan pengetahuan yang sistematis yang dibangun melalui
eksperimentasi dan observasi. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan hanya akan
terwujud jika diusahakan, dibangun, dan dikembangkan. Ilmu tidak akan lahir
dengan berpangku tangan. Sebuah statemen dalam dunia pengembangan ilmu, “tanpa
ada penelitian, ilmu pengetahuan tidak akan bertambah maju”. Penelitian dalam
konteks ini sebagai dasar untuk meningkat kembangkan ilmu pengetahuan.
Perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan dan memutlakkan
adanya kegiatan penelitian. Kegiatan penelitian merupakan upaya untuk
merumuskan permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan
jalan menemukan fakta-fakta dan memberikan penafsiran yang benar. Tetapi lebih
dinamis lagi, penelitian juga berfungsi dan bertujuan inventif, yakni terus-menerus
memperbaharui kesimpulan dan teori yang telah diterima berdasarkan fakta-fakta
dan kesimpulan yang telah ditemukan.
Terkait dengan permasalahan ini, muncul beberapa pertanyaan yang koheren
dengan pengembangan ilmu agama Islam. Apakah ilmu agama Islam juga tidak akan
berkembang bahkan surut ke belakang jika tanpa penelitian? Apakah penelitian
mutlak diperlukan untuk pengembangan ilmu agama Islam? Apakah ilmu agama Islam
dapat diteliti secara ilmiah sebagaimana layaknya ilmu-ilmu lain?
Tradisi pemikiran Islam abad pertengahan (periode klasik) menunjukkan bahwa
ilmu-ilmu agama berhasil dikembangkan oleh ulama-ulama zaman klasik. Prestasi
yang cukup membanggakan itu adalah hasil dari penelitian-penelitian yang tidak
kenal lelah.
Pada tahap paling awal memang harus disadari benar bahwa penelitian agama
sebagai usaha akademis berarti menjadikan agama sebagai sasaran penelitian.
Secara metodologis agama haruslah dijadikan sebagai suatu fenomena yang riil,
betapapun mungkin terasa agama itu abstrak. Dari sudut ini, maka dapat
dibedakan tiga kategori agama sebagai fenomena. Yang menjadi subject matter
penelitian, yaitu (1) agama sebagai doktrin; (2) dinamika dan struktur
masyarakat yang dibentuk oleh agama; dan (3) sikap masyarakat terhadap doktrin.
Kategori pertama, mempersoalkan substansi ajaran, kategori kedua, meninjau
agama dalam kehidupan sosial dan dinamika sejarah, dan kategori ketiga,
berusaha untuk mengetahui corak penghadapan masyarakat terhadap simbol dan
ajaran agama.
Ilmu pengetahuan tepatnya kebenaran ilmu pengetahuan adalah “it’s not
final truth”. Ia bukan wahyu (kitab suci) yang kebenarannya adalah final
dan absolut. Ilmu pengetahuan, dengan demikian bukan merupakan suatu monument
abadi, yang sudah paten dan tidak boleh dikaji ulang. Ilmu (pengetahuan) adalah
suatu proses yang terus menerus, “tidak akan pernah berakhir” (a never
ending journey), ia akan terus dan selalu berproses selama kehidupan ini
exist.
Islam menyamakan dirinya dengan ilmu pengetahuan. Islam menjadikan ilmu
pengetahuan sebagai syarat ibadah. Islam sangat memuji orang yang tekun mencari
pengetahuan, karena dalam Islam ilmu disebut sebagai cahaya kebenaran dan
diyakini sebagai kunci kesuksesan dunia dan akhirat.
Kamsul Abraha menilai bahwa sejarah peradaban manusia tidak pernah mengenal
satu agama pun yang menaruh perhatian yang begitu besar dan sempurna terhadap
ilmu pengetahuan selain Islam. Jadi prinsipnya Islam sangat menghargai ilmu
pengetahuan dengan tetap mengoreksi terhadap cara-cara atau metode yang
dianggap salah dalam menggali ilmu pengetahuan tersebut. Dan akal sebagai media
atau alat untuk menggali pengetahuan.
Ilmu selalu mengalami pembaharuan dan perbaikan sesuai dengan kaidah atau
norma kemajuan. Ilmu selalu berada antara yang kurang menjadi sempurna, yang
kabur menjadi jelas, yang bercerai berai menjadi terpadu, yang keliru menjadi
lebih benar dan yang masih rekaan menjadi lebih yakin.Dengan demikian, tidak
diharapkan dari kitab-kitab akidah untuk menyesuaikan diri dengan
masalah-masalah ilmu pengetahuan. Setiap kali munculnya masalah yang baru di
dunia ilmu pengetahuan dalam suatu generasi manusia, maka tidaklah sepatutnya
bagi umat Islam untuk berupaya menafsirkan atau memperlihatkan dari kitab
sucinya perincian apa yang telah diperoleh dalam ilmu itu.
Tidak ada suatu keutamaan yang mengangkat martabat seseorang manusia selain
daripada keutamaan ilmu. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ
اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ
آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (۱۱)
Hai orang-orang beriman
apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Al-Mujadilah:11)
Jadi, Al-Qur’an tidak
berlawanan atau bertentangan dengan ilmu, terutama ilmu alam dengan pengertian
yang sejalan dengan ajaran akidah. Kelebihan Islam yang terbesar adalah bahwa
ia membuka bagi umat Islam pintu-pintu ilmu pengetahuan seraya menghimbau
mereka untuk masuk mencari dan mengembangkan ilmu itu. Bukanlah kelebihannya
dalam membuat mereka malas mencari ilmu dan melarang mereka memperluas
penelitian dan penalaran karena semata-mata mereka menyangka bahwa mereka telah
memiliki semua jenis ilmu. Umat Islam dihimbau oleh Al-Qur’an untuk maju dalam
kehidupan dengan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan
kedudukannya sebagai khalifah Allah di bumi ini.[1]
Comments
Post a Comment